Jumat, 28 Oktober 2011

MENANTANG GLOBALISASI PANGAN LEWAT WISATA KULINER

Sesuai tradisi  dari tahun ke tahun setiap tanggal  16 Oktober 2011 dunia memperingati  Hari Pangan  sedunia.  Di Indonesia  gebyarnya akan  dipusatkan di Gorontalo  20-23 Oktober 2011 mengusung tema yang fantastis: Menjaga Stabilitas Harga Dan Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan. Setelah serangkaian acara seremonial,  apakah juga akan lahir formula untuk peningkatkan  ketahanan pangan salah satunya melalui wisata kuliner. Globalisasi makanan dapat menjadi fenomena yang bisa mengancam kestabilan makanan tradisional jika tidak diantisipasi secara bijak.
Makanan sebagai kekuatan global
John Selwood (1993) pernah menyatakan jika  Food  is one of the most important attractions sought out by tourists in their craving for  new and unforgettable experiences. Makanan punya kekuatan besar untuk  untuk menjadi attraksi wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan mancanegara maupun nusantara. Makanan bisa menjadi petualangan baru yang diidamkan, berkesan dan tak terlupakan bagi wisatawan mancanegara yang baru merasakan sensasi makan tradisional. Sedangkan bagi wisatawan nusantara makanan tradisional daerah sendiri atau daerah lain menjadi sumber sensasi tersendiri dan memperkaya pengalaman lidah.  Jika demikian, artinya Indonesia punya segudang potensi atraksi wisata yang bisa diangkat sebagai komuditas wisata. Salah satu yang telah mendunia dan menjadi masalah  sensasional dengan Malaysia adalah Rendang. Makanan Indonesia lain yang sudah mulai diperkenalkan secara internasional antara lain darksoup alias rawon. Masih banyak kekayaan kuliner local yang layak  diperkenalkan secara internasional seperti aneka soto daerah, aneka salad (rujak, gado-gado, keredok, asinan, semanggi, dsb), kue tradisional yang unik dan berbahan local (getuk,  tape, cobro, serabi, dsb). Semua Cuma ada di Indonesia. Dalam dunia yang serba mengglobal sebenarnya potensi unik dan aksotis seperti ini yang membuat Indonesia justru menarik, tiada duanya. Karena itu bagus jika tiap daerah mulai menyusun database tentang aneke jenis menu tradisional (kue, minuman, makanan,dsb) yang akan menambah daftar panjang potensi menu local yang siap mengglobal, menjadi asset nasional. Sehingga kita tidak perlu pusing jika negera tetangga mau mengklaim makanan yang sudah lebih dikenal, kita masih punya stok yang banyak untuk mengimbangi.
Dalam hal mengglobalkan makanan tradisionalnya kita boleh belajar dari Jepang yang mamapu mendektekan selera makan di segala penjuru dunia. Bahkan menu makanan mentah (sushi) yang notabene bukan menjadi bagian budaya kita bisa diperkenalkan dengan cantik sehingga mampu merubah cara pandang terhadap makanan mentah yang semula dianggap kurang beradab menjadi lebih berkelas dan penuh gengsi.
Mengangkat Pamor Makanan Tradisional
Fenomena wisata kuliner saat ini mulai  menjamur di masyarakat dan menjadi gaya hidup tersendiri. Sudah lumrah di berbagai daerah jika tempat makan penuh sesak saat weekend atau liburan. Masyarakat berlomba-lomba berburu menu makanan baru yang unik, enak dan menantang. Ada trend masyarakat mulai mencari menu-menu jadul yang sudah mulai  jarang  beredar di pasaran umum dan jarang bisa dinikmati.  Lebih merakyat, eksotis, sehat, dan ramah di kantong  dibanding makanan global impor yang kaya lemak, kurang sehat, mahal dan hanya memperkaya beberapa gelintir kapitalis.  Trend kuliner seperti ini adalah fenomona yang positif jika dikaitkan dengan missi ketahan pangan. Perkembangan wisata kuliner khususnya menu local yang mayoritas menggunakan bahan makana local secara langsung ikut mensukseskan ketahan pangan. Semua pencinta wisata kuliner   bisa berpartisipasi dengan nikmat, tanpa gerakan, tanpa gebyar tapi efektif hasilnya.  
Agar tumbuhnya makanan local dapat sustainable bukan hanya tend sesaat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, makana local harus mengikuti standar yang digunakan makanan/menu impor yaitu higienis, standart bahan, penyajian. pengolahan dan rasa. Makanan tradisional bukan berarti kumuh, kotor dan tidak berkelas.
Agar sampai pada kondisi tersebut penting peran semua stakeholder untuk membantu produsen dan pengelola menu makanan tradisional belajar menyepakati ide standartisasi agar menu tradisional dapat naik kelas dan mampu bersanding dengan berbagai menu makanan/menu impor. Merubah mindset tentang pentingnya standartisasi makanan tradisional  sama artinya dengan mencoba memposisikan makanan tradisional setara dengan makanan impor atau sama dengan mencoba mengglobalkan makanan tradisional.
Selain standartisasi juga perlu dilakukan promosi tiada akhir agar branding makanan tradisional juga kuat sebagai makanan yang bergengsi, layak masuk mall dan tempat bergengsi lainnya. Caranya dengan memasang kuota atau memberikan reward kepada mall/hotel/café/restoran atau tempat lain yang berusaha keras menyajikan menu tradisional. Di syarat perijinan hotel/restoran/café juga bisa diwajibkan menyajikan menu local untuk makan pagi atau welcome drink dengan minuman tradisional atau minuman yang menggunakan bahan local daerah. Untuk stakeholder yang bersungguh-sunggu mengkampayekan menu tradisional dapat diberikan reward berupa  subsidi/potongan pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar